Menurut UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 31 telah menyebutkan adanya pengaturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai bagian dari kegiatan penanaman modal di Indonesia. Cikal bakal dari kegiatan KEK sudah ada dengan diundangkannya UU tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Selain itu praktek yang mengarah kepada kegiatan KEK sudah ada dengan ditandatanganinya MOU antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura, dengan menjadikan Batam, Bintan dan Karimun (BKK) sebagai proyek percontohan. Walaupun sudah ada proyek percontohan dan ada beberapa instrument pengaturannya, tetapi untuk mengatur masalah KEK sebagai bagian dari kegiatan investasi memerlukan kajian hukum yang lebih komprehensif, sehingga nantinya kegiatan KEK sebagai bagian dari kegiatan penanaman modal mempunyai arti yang signifikan dengan kegiatan penanaman modal di Indonesia.
Upaya pemerintah untuk mengembangkan daerah tertentu sebagai bagian dari KEK pernah diungkapkan oleh Menteri Perdagangan RI Mari Pangestu dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR-RI. Pembentukan KEK merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat peningkatan ekspor dan investasi, sehingga diperlukan berbagai kebijakan khusus. Hal ini juga sebagai upaya untuk menandingi negara pesaing utama RRC, Vietnam, Malaysia dan Thailand. Kebijakan khusus dimaksud dalam bentuk fasilitas khusus di bidang perpajakan, kepabeanan, infrastruktur pendukung, kemudahan perijinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan.
Selama ini ada beberapa bentuk atau kluster yang berhubungan dengan kawasan pengembangan perekonomian, seperti :
1. Kawasan Industri (Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996)
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terapadu (KAPET) (Keputusan Presiden No. 150 Tahun 2000)
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (UU No. 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas)
4. Tempat Penimbunan Berikat (PP No. 33 Tahun 1996) dalam bentuk :
a. Kawasan Berikat dan Kawasan Berikat Plus
b. Gudang Berikat
c. Entrepot untuk tujuan pameran
d. Toko Bebas Bea
5. Kawasan Ekonomi Khusus (UU No. 25 Tahun 2007)
Definisi KEK sendiri yang diatur dalam draft RUU KEK Pasal 1 ayat 1, yaitu “Kawasan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus dan memperoleh fasilitas tertentu.
Selain definisi tersebut, maka hal terpenting yang menjadi nilai jual bagi kalangan investor adalah kemudahan atau fasilitas yang diberikan oleh negara terhadap konsepsi KEK tersebut. Fasilitas atau kemudahan merupakan faktor yang akan menarik kalangan investor. Melalui kemudahan ini diharapkan para investor hanya cukup datang ke badan pengelola untuk mengurus segala izin yang berhubungan dengan kegiatan investasi tersebut. Disisi lain fasilitas atau insentif yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada para investor, jadi ada semacam keistimewaan atau perlakuan khusus dibidang tertentu yang berbeda di luar dearah KEK tersebut, seperti adanya tax holiday untuk jangka waktu tertentu, penangguhan atau pembebasan bea masuk termasuk di bidang perpajakan.
Dalam RUU KEK disebutkan bahwa UU akan memberikan fasilitas tertentu dalam bentuk :
a. Fasilitas tertentu, antara lain :
1. Perpajakan (Pasal 19)
2. Kepabeanan (Pasal 20-21)
3. Perdagangan (Pasal 22)
4. Pertanahan (Pasal 24)
5. Keimigrasian (Pasal 26)
6. Ketenagakerjaan (Pasal 29-Pasal 31)
b. Fasilitas non fiskal (Pasal 25), berupa kemudahan dan keringanan, antara lain :
1. Bidang perizinan usaha
2. Kegiatan usaha
3. Perbankan
4. Permodalan
5. Perindustrian
6. Perdagangan
7. Kepelabuhan
8. Keamanan
Terhadap fasilitas tertentu dan fasilitas non fiskal diatas perlu disinkronisasi dan harmonisasikan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, sebab jangan sampai pengalaman UU No. 25 Tahun 2007 khususnya tentang pertanahan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Bagi pemerintah sendiri keinginan untuk mengembangkan suatu kawasan ekonomi khusus ada hubungannya dengan kegiatan investasi pada umumnya, hal ini dapat dilihat dari tujuan pengembangan KEK, yaitu :
1. Peningkatan investasi
2. Penyerapan tenaga kerja
3. Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor
4. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor
5. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital bagi peningkatan ekspor
6. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui transfer teknologi.
Sedangkan maksud/tujuan dari pengembangan KEK, antara lain :
1. Memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
2. Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan internasional.
3. Meningkatkan kesempatan kerja, kepariwisataan dan investasi.
Selain itu fungsi dari diadakannya KEK, antara lain :
1. Menjadi pusat kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah pengembangan lainnya.
2. Harus mampu memberikan manfaat bagi kawasan lain.
3. KEK bukan merupakan kawasan tertutup sehingga memberikan efek ganda terhadap perekonomian lokal.
4. Harus dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar kawasan.
Akhirnya untuk membuat konsep KEK di Indonesia berjalan mulus dan sesuai dengan standar dunia, pemerintah telah membentuk Tim Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia (Timnas KEKI) berdasarkan Surat Keputusan Menko Perekonomian No. Kep-21/M.EKON/03/2006 tertanggal 24 Maret 2006. Timnas KEKI dalam laporan pendahuluan telah menetapkan 12 kriteria untuk menjadikan kawasan sebagai kawasan ekonomi khusus, yaitu :
1. KEKI harus diusulkan sendiri oleh pemda dan memperoleh komitmen kuat dari pemda bersangkutan. Komitmen itu berupa kesedian pemda untuk menyerahkan pengelolaan kawasan yang diusulkan kepada manajemen khusus.
2. Kepastian kebijaksanaan, meliputi dukungan aspek legal dalam pengembangan kegiatan ekonomi, baik kebijakan fiskal ataupun non fiskal.
3. Merupakan pusat kegiatan wilayah yang memenuhi RTRW. Selain itu telah ditetapkan sebagai kawasan perindustrian atau oleh UU telah ditetapkan sebagai wilayah dengan perlakuan khusus.
4. Tidak harus satu kesatuan wilayah, namun merupakan kawasan yang relatif telah berkembang dan memiliki keterkaitan dengan wilayah pengembangan lain.
5. Sudah tersedia fasilitas infrastruktur pendukung.
6. Tersedia lahan untuk industri minimal 10 hektar ditambah lahan untuk perluasannya.
7. Tersedia tenaga kerja yang terlatih di sekitar lokasi.
8. Lokasi harus memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
9. Lokasi tidak terlalu jauh dengan pelabuhan dan bandara internasional. Selain itu secara geopolitis wilayah KEKI bersaing dengan negara lain atau bisa menjadi komplementer dari sentra produksi di negara lain.
10. Secara ekonomi strategis, dekat dengan lokasi pasar hasil produksi, tidak jauh dari sumber bahan baku atau pusat distribusi internasional.
11. Tidak mengganggu daerah konservasi alam, dan
12. Memiliki batas yang jelas baik batas alam maupun batas buatan, serta kawasan yang mudah dikontrol keamanannya, sehingga mencegah upaya penyelundupan.
a. Dampak Negative KEK Terhadap Masyarakat
Setiap kebijakan termasuk KEK, paling tidak mempunyai tiga implikasi, yaitu : (1) memperbaiki kebijakan (jika kebijakan itu salah) membutuhkan proses dan waktu yang lama, (2) kebijakan akan mengikat siapapun termasuk konsekuensi anggaran, (3) dampak kebijkan itu akan dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Ide KEK bersandar pada pasal 31 Undang-undang Penanaman Modal (UUPM) No. 25 Tahun 2007. Akhir tahun 2010 lalu, pemerintah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kepada DPR-RI. Seperti semut memperebutkan gula, sejumlah gubernur mendatangi legislatif. Agendanya memohon segera mengesahkan RUU tersebut. Para gubernur menyakini bahwa KEK akan menjajikan kemajuan ekonomi pada daerah. Pertanyaannya, apakah KEK akan membawa kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan sebagai penyangga sistem kehidupan, atau justru sebaliknya?.
Jika RUU tersebut dipaksakan menjadi udang-undang, maka akan menimbulkan dampak negative yang luas terhadap masyarakat, diantaranya :
(1) Menguntungkan pemodal besar
(2) Eksploitasi sumberdaya dan penghisapan surplus ekonomi
(3) Menghancurkan industri nasional
(4) Membebani anggaran negara dan utang luar negeri
(5) Tidak signifikan dalam mengurangi pengangguran, serta mengancam hak-hak buruh
(6) Fasilitas fiskal yang terlampau luas
(7) Mengurangi pendapatan daerah
(8) Sumber konflik agraria
(9) Mengancam lingkungan hidup
(10) Mengabaikan kepentingan nasional.
· Mengancam Lingkungan
Dalam KEK, pemerintah tidak akan memberlakukan Peraturan Presiden (Perpres) No. 11 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan persyaratan atau dikenal Daftar Negatif Investasi (DNI). Karena itulah, industri kimia sangat berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan apalagi pertambangan yang justru menggunakan bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) sebagai bahan baku utama.
Bila B3 masuk ketubuh melalui rantai makanan dapat mengakibatkan korban jiwa dan cacat permanen akibat kerusakan genetik. Keracunan ikan tahun lalu diberbagai daerah di pesisir kepulauan Sultra dan pencemaran pesisir diduga akibat dari kegiatan tambang.
Dalam pasal 4 RUU, KEK harus terletak pada posisi dekat dengan jalur perdagangan internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada wilayah potensi sumber daya unggulan. Dalam usulan pembangunan KEK di Sultra sebagai pusat tambang yang menghasilkan nikel, emas dan berbagai sumber daya mineral lainnya, itu dikhawatirkan justru menjadi jalan lapang bagi investasi asing untuk mengeruk sumberdaya alam Sultra.
Kasus Freeport dapat menjadi contoh betapa SDA tidak menimbulkan kemakmuran bagi rakyat Papua akibat ketidaksiapan SDM. Belum lagi sebagian rakyat Sultra yang menggantungkan hidupnya disektor pertanian justru akan semakin hancur. Apalagi dengan daratan Sultra yang lebih kecil dan stabilisasi ekosistemnya yang rentan serta tekanan penduduknya yang lebih tinggi. Jadi aneh jika kita tidak belajar dari Papua dalam konteks lingkungan dan sosial ini.
Bagaimana dengan sumbangan dari sektor pertambangan?. Justru kedua Pemda tersebut pernah mengalami defisit anggaran. Kalau ada kontribusi tambang paling hanya untuk membangun infrastruktur jalan raya yang dirusak oleh mobilisasi kegiatan tambang sendiri.
· Masalah Sosial Ekonomi KEK
Pembangunan KEK butuh anggaran yang tidak kecil dan teknologi, sementara sumber pembiayaan bukan hanya berasal dari APBN, namun juga APBD. Ditengah kondisi keuangan daerah yang morat-marit, KEK bisa menjadi alasan pemerintah untuk kembali mengajukan pinjaman. Ide KEK sendiri mirip KAPET yang sudah sekian tahun berjalan, tapi kinerjanya belum ketahuan dan hanya menjadi beban anggaran daerah.
Anggaran pemerintah akan lebih bermanfaat jika digunakan bagi pendidikan, kesehatan dan sektor yang memberi kontribusi ekonomi signifikan seperti infrastruktur pertanian, kehutanan dan perkebunan, jika dibadingkan anggaran tersebut digunakan untuk memberi insentif bagi masuk industri bernilai rendah hasil relokasi dari negara lain yang rendah dalam penyerapan tenaga kerja dan tidak signifikan dalam berkontribusi terhadap perekonomian.
Pembangunan KEK bukan hanya akan mengurangi pendapatan akibat pemberian insentif fiskal, dan Bea masuk, tetapi juga berpotensi besar mengurangi pendapatan Pemerintah Daerah. Padahal pembangunan kawasan ini mensyaratkan infrastruktur yang memadai dan lengkap sebagaimana tercantum dalam pasal 4 huruf draf RUU KEK.
Pembangunan infrastruktur tersebut tentu membutuhkan pembiayaan yang tidak kecil, sementara sumber pendanaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti tertulis dalam draf RUU pasal 12 tidak hanya berasal dari APBN namun juga APBD. Potensi pendapatan yang berkurang akibat pembebasan pajak daerah dan retribusi daerah juga akan mempersulit posisi keuangan daerah untuk membiayai pembangunan maupun pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK sendiri.
Pada bagian lain, fasilitas pembebasan pajak dan bea masuk yang pada mulanya untuk menarik minat investasi asing justru menjadi faktor hancurnya industri nasional dan lokal. Pengalaman Batam menunjukkan bahwa daerah tersebut justru dimanfaatkan oleh perusahaan eksportir dan importer baik dalam maupun luar negeri sebagai tempat transit bagi produk-produk mereka untuk selanjutnya di re-ekspor ke negara lain.
Casino Gaming In Colorado - DRMCDC
BalasHapusIn addition 충주 출장샵 to 양산 출장마사지 the fact that a casino is located near the downtown Denver area, you can 밀양 출장안마 play at other casinos, like Boulder Casino, 시흥 출장마사지 Borgata, and 안산 출장마사지 the